02/05/13

Tentang pangrango dan setangkup rindu untuk mandalawangi

Pangrango dari Puncak Gede
Setelah 4 bulan absen dari kegiatan pendakian, tgl 26-28 April kesempatan mendaki datang juga. Akhirnya bisa “gendong” carrier lagi, silaturahmi dengan pendaki lain, lebih-lebih dengan Pangrango sebagai tujuannya... semuanya membuat saya bersemangatMyEm0.Com.

Siapa tak kenal Pangrango. Segitiga runcing setinggi 3.019 mdpl yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Gunung dengan lembah kasih yang menyisakan rindu tak berujung ketika pulang dari sana. Gunung dengan kisah seorang pendahulu yang teramat mencintainya...
"Aku cinta padamu pangrango... karena aku cinta pada keberanian hidup"(Soe Hok Gie, 19-07-1966)
Pangrango, mengapa ada seorang yang begitu mengagumimu? hingga ia torehkan karya yang luar biasa tentangmu?. Pertanyaan-pertanyaan ini sudah lama ada di otak saya, dan harus segera dijawab.

Dari Meeting point ke Kandang Badak
Seperti biasa, meeting point rombongan adalah terminal bus kampung rambutan. Dari kampung rambutan ke cibodas... cibodas lanjut GR (Green Ranger)... GR lanjut nanjak. Pukul 04.00, rombongan berjumlah kurang lebih 32 orang mulai mendaki. Pendakian sengaja dimulai lebih pagi karena target awal adalah langsung ng’camp di Mandalawangi.

Langit subuh belum tersentuh jelaga surya, masih biru tua tapi tak terlalu gelap, dari gerbang kebun raya cibodas kita bisa melihat purnama beradu dengan lembah dan bintang. Sayangnya pemandangan seperti ini tak bisa diabadikan dengan kamera biasa... hanya hati dan mata yg mampu mengabadikannya dengan sempurna.

Trek pendakian didominasi dengan jalan setapak, menanjak dan berbatu. Trek yang berbeda adalah saat kita sampai di Rawa Gayonggong (1.600 mdpl) dan di Air Panas. Rawa gayonggong treknya berupa jembatan landai yang cukup lebar dan kokoh, disini biasa dipakai untuk photo sessionnya pendaki...MyEm0.Com karena dari sini kita bisa melihat puncak pangrango dengan jelas. 

View Pangrango dari Jembatan Gayonggong
(photo by dendi saputra)
Pose di Gayonggong
(photo by Yat-tsu Priyatna)
[masih] di Jembatan Gayonggong
Sedangkan di Air Panas, kita melewati air terjun dengan panas yang dapat mencapai 500C. Air panas ini bersumber dari dekat kawah gunung gede. Saat melewati air panas, kita hanya berpijak pada batu-batu yang sekiranya kokoh sementara badan tetap harus menjaga keseimbangan, karena sedikit saja salah langkah, kita bisa meluncur jatuh ke jurang panas.

(photo by Semar nungging)
Meniti batu di trek Air Panas
Target awal camp di mandalawangi tidak tercapai, pasalnya pukul 11.00 hujan mulai menghujam tanah pangrango... memaksa kita untuk berhenti di Pos Kandang Badak (2.395 mdpl) dan ng’camp disana. Kandang badak ibarat pasar malam, rame warna warni tenda disana-sini.

Sekitar pukul 14.00 cuaca sudah mulai cerah, namun itu hanya bertahan selama 2 jam saja. Rintik air kembali datang hingga menjelang malam, puncaknya pukul 22.00 hujan mulai turun lebih deras.

Rencana awal menuju puncak pangrango adalah pukul 02.00, tapi hujan masih saja turun. Sempat ada kabar, beberapa pendaki yang mencoba menuju puncak pukul 03.00, kembali lagi ke kandang badak karena tidak tahan dengan dingin dan kabut saat itu. Rencana awal kembali bergeser, akhirnya kita menuju puncak pangrango pukul 06.00. Matahari sudah mulai menunjukkan hangatnya, tapi kabut tetap mengikuti.

Bagaimana trek menuju puncak pangrango??...MyEm0.Com

Ibarat berlatih ilmu silat, semua jurus keluar. Mulai dari ngangkang, nungging, ngrangkak, nyelip, bahkan sampai aksi iklan susu diet pun ada saat perjalanan menuju puncak. Heghegh...MyEm0.Com Banyak pohon tumbang disepanjang perjalanan menuju puncak yang mengharuskan kita beraksi seperti ini.

(Photo by Semar nungging)
Pohon tumbang di perjalanan menuju
puncak pangrango
(Photo by Semar nungging)
Kombinasi pohon tumbang dan tanjakan
(Photo by Semar nungging)
Nah, yang ini pakai jurus nungging. Tanjakan +
akar + licin.
WRP trek... Sure u can do...
Kurang lebih pukul 09.30 kami sampai di puncak pangrango, sayangnya view dari puncak pangrango masih tertutup kabut.

(Photo by Semar nungging)
Puncak Pangrango dengan view spot yang tidak terlalu luas
Kabut di puncak pangrango
(Photo by http://warawirigue.blogspot.com/2012/11
/pangrango-pedakian-penyiksaan.html 
 
)
ini dia view dari puncak pangrango kalo lagi cerah
Kita tak berlama-lama dipuncak pangrango, karena ada yang menanti... menanti kedatangan kami di 15 menit perjalanan berikutnya... Lembah Mandalawangi.

Mandalawangi, syair tak beraksara
Sedikit mencontek bait “Setapak sriwedari”nya milik maliq n d’essential, tapi memang sungguh tak ada kata yang bisa mengambarkan lembah seluas 5 hektar dengan hamparan edelweisnya, lengkap dengan kabut tipis yang mengayun bersama angin.

Mandalawangi mirip seperti Surya Kencana di Gunung Gede, yang membedakan hanya luasnya saja. Surya kencana 10 kali lipat lebih luas dibanding mandalawangi, tapi justru keadaan yang tidak terlalu luas membuat edelweis-edelweis di lembah ini lebih dekat dengan kita.

edelweis yg masih kuncup, dan celah tebing
yang menghadap ke arah bogor sedang tertutup kabut
Lembah  Mandalawangi, membawa damai sampai ke hati
1,5 jam berada di Mandalawangi rasanya tak cukup, tapi kita harus kembali. Kembali turun dari ketinggian dan kembali ke rutinitas biasa. Kurang lebih 13.00, kita sudah berada di kandang badak. Pukul 14.30, kita memulai perjalanan turun dari Pangrango.

Komplit, foto bareng menjelang turun Pangrango
Mungkin kami lelah dan bercucuran peluh, mungkin juga kami merasakan dingin. Namun, hamparan edelweis, dan nyanyian angin berselimut kabut di lembah mandalawangi... menyentuh kulit dengan hormat dan hangat... membawa damai sampai relung hati... bahkan berat untuk pergi dari sini... karena akan menyisakan rindu yang menggelayut...

Tuhan... ijinkan aku kembali kesana saat edelweis tak lagi kuncup dan saat bintang bertabur dilangit malam...







| Free Bussines? |

Tidak ada komentar:

Posting Komentar