16/05/13

Birthday Hectic Trip, Malang-Solo-Jogja


Kenapa judul posting blog kali ini “Birthday Hectic Trip”, karena memang bertepatan dengan ulang tahun saya dan memang trip yang hectic. 3 kota dalam 6 hari...heghegh. Dengan siapa trip ini dilakukan... tentu saja “duo flamingo”, partner korban racun travelingku si wulan.

First destination : Malang

tiket matarmaja
Ini adalah tiket bersejarah, karena harganya masih 51.000. Sejak akhir bulan maret, tiket kereta ekonomi matarmaja naik 150%, dari 51.000 menjadi 130.000, dengan fasilitas tambahan berupa AC. Kenaikan tiket kereta ekonomi nggak Cuma berlaku buat matarmaja, tapi juga kereta ekonomi yang lain. Misalnya, KA Progo Jakarta-yogyakarta dari 35.000 menjadi 90.000. Tiket untuk destinasi pertama sudah dipegang dari 2 bulan yg lalu,Jadi tiket “bersejarah” ini sayang kalau nggak dimanfaatkan.

KA Matarmaja ramai orang-orang bawa keril. Tempat tas diatas tempat duduk saja, dari ujung ke ujung isinya keril. Mereka adalah para calon pendaki Gunung Semeru, sementara saya dan wulan adalah calon pelarian gagal semeru.

X : “mbak, rombongannya berapa orang?”
V: “berdua aja”
X: “wooow...Cuma berdua aja? Mau naik semeru juga kan?”
V: “nggak... kita mau pulang kampung.heghegh”

Stasiun Kota Baru Malang
Kita berdua awalnya memang punya rencana untuk ke semeru, tapi rencana itu di cancel dengan berbagai alasan. Rencana ke semeru boleh gagal... tapi rencana memanfaatkan long weekend harus tetep jalan dan kita menyusun sendiri itinery “city tour” 3 kota. Memang sempat ada “racun sindoro sumbing” mampir ke telinga, tapi kalau kena racun itu kita harus mengeluarkan budget lagi untuk tiket. Jadi tetaplah Malang & Matarmaja yang berkuasa atas otakku saat itu.

Pukul 7 pagi, matarmaja sampai di stasiun kota baru malang, dan kita berdua langsung naik angkot menuju rumah saya yang letaknya tak jauh dari terminal Arjosari Malang. Sampai dirumah, mandi... dan kita jalan-jalan keliling kota malang, lengkap dengan kulinernya.

Hari kedua. Kita mulai tour ke pinggir Malang, masuk ke kota Batu. Tidak banyak tempat yang kita kunjungi disini. Kita mengintip Air tejun coban rondo, Alun-alun batu, kuliner, dan  BNS (Batu Night Spectacular).

Air terjun coban rondo
Selain coban rondo, ada banyak lagi air terjun di malang. Seperti coban pelangi, coban ra’is, coban talun, & coban jahe. Tapi akses yang paling mudah dicapai dalam waktu singkat Cuma coban rondo. Dari kota Malang ke Coban rondo bisa ditempuh selama 1 jam dengan motor.
Alun-alun kota Batu
Dari alun-alun batu, kita lanjut ke BNS. Batu Night Spectacular adalah taman hiburan sejenis Dufan tapi buka malam hari. Buka mulai Pukul 3 sore – 12 malam. Khusus untuk hari sabtu, sampai Pukul 2 pagi. Selain itu kalau hari sabtu, setiap pukul 11 malam ada atraksi air mancur menari dengan backsound lagu lagu romance, kayak My Heart Will Go on’nya Celine Dion gituu. So sweet kan??... Untung ke BNS sama wulan nggak pas hari sabtu... bisa meringis kita berdua.

Lampion Garden, Batu Night Spectacular
Primadonanya BNS adalah Taman Lampion. Taman lampion ini kurang lebih seluas 3 hektar. Lampion-lampion disini punya “tema”. Awal masuk taman lampion, temanya flora fauna, selanjutnya tokoh kartun disney, lanjut lagi temanya adalah “Love” lengkap dengan replika eiffel dan balon udara.


ini dia tema taman lampion yang bikin nyengir.kwkwkw
Taman lampion BNS
Paris?? bukaaan, Batu !!
BNS adalah destinasi terakhir di Kota Apel. Malam itu kita pulang kurang lebih pukul 11 malam, kemudian packing, persiapan untuk kota selanjutnya.

Second destination : Solo
Sabtu, 11 Mei 2013. Saya dan wulan naik malioboro ekspress menuju kota Solo, pukul 3 sore kita sampai di Stasiun Solo balapan. Solo menjadi tujuan berikutnya, dan niat kita berdua murni untuk silaturahmi dan menepati janji. Kita ke rumah mbak ita, salah satu mantan penghuni kontrakan di jakarta yang sudah menikah dan punya “baby”.

Ada yang lucu di Solo. Kita berdua sebelumnya nggak mengira kalau rumah mbak ita jauh banget dari kota. Sabtu malam, niat hati mau jalan-jalan, tapi yang kita temui Cuma kanan kiri jalanan yang gelap gulita secara jalan itu melintang diantara sawah dan kebun, tanpa lampu jalan. Semakin jauh melajukan motor, semakin nggak yakin lewat jalan yang bener.

V : “waduh lan... kok gelap gini yak... mana gag ada motor lain...”
W: “iya ya mbak... mana gag ada orang yang bisa ditanyain...”
V : “udah...puter balik aja apa yak...” (dialog dua orang bingung yang tak tau arah jalan pulang)

Entah berapa kali kita puter balik, yang jelas kita bisa balik lagi ke rumah mbak ita dengan selamat.

Minggu, 12 Mei 2013. Pagi-pagi kita sudah pamit dari rumah mbak ita untuk menuju jogja. Dari Solo ke Jogja, kita naik kereta Prameks (Prambanan Ekspres) pukul 11.01, sampai di jogja pukul 12.15. Tarif prameks Rp10.000.

Awalnya, saya kira Prameks itu seperti Comuter Line di jakarta, beli tiket setiap saat terus naik. Ternyata saya salah besar, pembelian tiket prameks itu dibuka 2 jam sebelum jadwal keberangkatan, pantesan pas kita sampai stasiun antrian sudah mengular. Lebih shock lagi, waktu saya nerima tiketnya disitu jelas ditulis “Berdiri” & “Tanpa tempat duduk”.

Tiket Prameks
Hlooh... maksudnya?? Jadi kalo kita beli tiketnya telat, kita udah siap mental pasti berdiri gitu??  Kira’in rebutan kayak Comuter Line...

Third destination : Yogyakarta
Pukul 12.15. Kita sampai di Stasiun Tugu Jogja, lanjut cari penginapan di sekitar Jalan Sosrowijayan, mandi (sumpah solo jogja panas banget), dan langsung jalan-jalan di sekitar kota jogja. Mengunjungi ikon-ikon kota jogja jadi pilihan dihari pertama, karena kita datang sudah terlalu siang, jadi nggak mungkin untuk ke pinggir jogja.

Benteng Vredeburg
Jl. Wijilan, sentra gudeg jogja
Alun-alun kidul jogja, kita juga sempat nyobain jalan
dengan mata tertutup ngelewatin dua pohon beringin kembar lhooh.hihiii
Musisi jalanan di sepanjang jalan Malioboro
Spending my last twenty three at jogja.
Detik detik pergantian hari dari tanggal 12 mei ke 13 mei saya lewatkan di Malioboro. Duduk dipinggir jalan, sambil nyimak pengamen yang beraksi. Dapat ucapan sederhana dari si wulan dengan modal pinjam korek warung pinggir jalan, lanjut naik andong keliling jogja sampai jam 1 pagi.
Hahaa... kereen... birthday at jogja...

Tragedi sewa motor
Sewa motor di jogja itu memang lebih enak dan praktis. Hanya dengan Rp.60.000, kita sudah bisa pakai motor seharian. Mindset ini memang sudah ada di otak saya, tapi pas mau sewa motor.....

Y : “kamu harus ngasih jaminan 2 juta”
V : “haaaah??? Serius pak?? Hehee... bapak jgn becanda dong”
Y : “lhooh...saya serius lho”

Yang perlu diketahui tentang sewa motor di jogja adalah kita harus ngasih uang jaminan sebesar paling nggak 2 juta, buat jaga jaga kalau motornya diculik. Awalnya saya pikir, jaminannya Cuma KTP...tapi saya salah besaaar. Kata tukang sewanya, ktp itu nggak ngejamin apa-apa, karena motornya sudah sering ilang dengan jaminan KTP.

Ampuuun... saya & wulan langsung shock, lemes, plus melas . Darimana uang 2 juta, jalan-jalan aja modal pas-pas’an. Tapi karena si bapak tukang sewa motor baik hati dan tidak sombong (atau gara-gara kasian liat muka melas kita), kita di ijinkan sewa motor dengan jaminan 2 KTP. Dengan motor itulah kita sampai parangtritis dan prambanan.

Hari kedua. Kita putuskan untuk ke pantai parangtritis dan candi prambanan. Dua destinasi ini jadi pilihan karena jarak tempuh dengan motor cukup singkat, meski sebenarnya pengen juga main ke daerah gunung kidul dan magelang. Tapi mengingat jadwal keberangkatan kereta pukul 15.30, pertimbangan waktu tidak memungkinkan untuk pergi kesana. Pukul 6 pagi kami berangkat menuju parangtritis, Cuma 45 menit dari kota jogja, kami sudah sampai di Pantai Parangtritis.

Parangtritis
Parangtritis khas dengan garis pantai yang panjang, bukit dan tebing
di sisi utara pantai. Karena kita sampai masih pagi, jadi masih ada embun
yang beradu dengan tebing dan debur ombak.
Prambanan
butuh waktu 1,5 jam naik motor dari parangtritis ke prambanan
Masuk prambanan, wajib pakai sarung, ini namanya "sarungisasi"
diterapkan sejak agustus tahun lalu, untuk melestarikan budaya sarung batik
Sebelum masuk ke prambanan, akan ada pos peminjaman sarung, for free lhoo.
Kuliner Malang-Solo-Jogja


Dari atas-kiri. Bakso malang, ceker setan (lokasinya dekat stasiun kota baru malang, bukanya mulai sore), pangsit mie bromo + es campur gunung rasa duren (ini lokasinya dekat stasiun kota baru juga), bakso bakar malang (di jalan ijen). Es duren malioboro (mak nyuuus bgt dah rasanya ), Nasi gudeg lauk ayam, Nasi gudeg lauk hati ampela (jl.wijilan jogja), angkringan + kopi joos (dekat stasiun tugu jogja, kopinya mantaaap ), dan yang terakhir adalah serabi imut rasa pandan & rasa pisang coklat keju + es yogurt (malang). Oh iya... di alun-alun batu, kita juga nyobain ketan, ketan duren pisang dan ketan bubuk kedelai. Semua ini adalah kuliner yg kita coba selama trip. 

Cute little baby
Aneh, disepanjang perjalanan kita Malang-Solo-Jogja kita pasti ketemu anak kecil. Di Malang, ketemu keponakanku yang waktu itu kupikir ada di bojonegoro. Perjalanan kereta Malang-Solo, duduk hadap-hadapan sama anak kecil yang super duper hiperaktif, tapi lucu. Sampai solo, ketemu nayla (mbak ita baby’s). Di Prambanan lebih lucu, pas kita foto bareng, tiba-tiba ada anak kecil yang langsung ikutan foto...heghegh. Di perjalanan kereta jogja-jakarta, ketemu balita lagi, tembem & lucu. Rasanya pengen masukin bocah bocah itu ke dalam keril...lumayan buat mainan di rumah. Kwkwkw.

My sweet little nephew "Raesha" dg kuncirnya makin bikin imuuut,
& nayla, mbak ita's baby
Tgl 13 Mei 2013 Kita kembali ke ibu kota, sampai di Jakarta pukul 1 pagi.

My Birthday, My Hectic Trip...was ended at jogja.
and we are having so much fun...





READ MORE - Birthday Hectic Trip, Malang-Solo-Jogja

02/05/13

Tentang pangrango dan setangkup rindu untuk mandalawangi

Pangrango dari Puncak Gede
Setelah 4 bulan absen dari kegiatan pendakian, tgl 26-28 April kesempatan mendaki datang juga. Akhirnya bisa “gendong” carrier lagi, silaturahmi dengan pendaki lain, lebih-lebih dengan Pangrango sebagai tujuannya... semuanya membuat saya bersemangatMyEm0.Com.

Siapa tak kenal Pangrango. Segitiga runcing setinggi 3.019 mdpl yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Gunung dengan lembah kasih yang menyisakan rindu tak berujung ketika pulang dari sana. Gunung dengan kisah seorang pendahulu yang teramat mencintainya...
"Aku cinta padamu pangrango... karena aku cinta pada keberanian hidup"(Soe Hok Gie, 19-07-1966)
Pangrango, mengapa ada seorang yang begitu mengagumimu? hingga ia torehkan karya yang luar biasa tentangmu?. Pertanyaan-pertanyaan ini sudah lama ada di otak saya, dan harus segera dijawab.

Dari Meeting point ke Kandang Badak
Seperti biasa, meeting point rombongan adalah terminal bus kampung rambutan. Dari kampung rambutan ke cibodas... cibodas lanjut GR (Green Ranger)... GR lanjut nanjak. Pukul 04.00, rombongan berjumlah kurang lebih 32 orang mulai mendaki. Pendakian sengaja dimulai lebih pagi karena target awal adalah langsung ng’camp di Mandalawangi.

Langit subuh belum tersentuh jelaga surya, masih biru tua tapi tak terlalu gelap, dari gerbang kebun raya cibodas kita bisa melihat purnama beradu dengan lembah dan bintang. Sayangnya pemandangan seperti ini tak bisa diabadikan dengan kamera biasa... hanya hati dan mata yg mampu mengabadikannya dengan sempurna.

Trek pendakian didominasi dengan jalan setapak, menanjak dan berbatu. Trek yang berbeda adalah saat kita sampai di Rawa Gayonggong (1.600 mdpl) dan di Air Panas. Rawa gayonggong treknya berupa jembatan landai yang cukup lebar dan kokoh, disini biasa dipakai untuk photo sessionnya pendaki...MyEm0.Com karena dari sini kita bisa melihat puncak pangrango dengan jelas. 

View Pangrango dari Jembatan Gayonggong
(photo by dendi saputra)
Pose di Gayonggong
(photo by Yat-tsu Priyatna)
[masih] di Jembatan Gayonggong
Sedangkan di Air Panas, kita melewati air terjun dengan panas yang dapat mencapai 500C. Air panas ini bersumber dari dekat kawah gunung gede. Saat melewati air panas, kita hanya berpijak pada batu-batu yang sekiranya kokoh sementara badan tetap harus menjaga keseimbangan, karena sedikit saja salah langkah, kita bisa meluncur jatuh ke jurang panas.

(photo by Semar nungging)
Meniti batu di trek Air Panas
Target awal camp di mandalawangi tidak tercapai, pasalnya pukul 11.00 hujan mulai menghujam tanah pangrango... memaksa kita untuk berhenti di Pos Kandang Badak (2.395 mdpl) dan ng’camp disana. Kandang badak ibarat pasar malam, rame warna warni tenda disana-sini.

Sekitar pukul 14.00 cuaca sudah mulai cerah, namun itu hanya bertahan selama 2 jam saja. Rintik air kembali datang hingga menjelang malam, puncaknya pukul 22.00 hujan mulai turun lebih deras.

Rencana awal menuju puncak pangrango adalah pukul 02.00, tapi hujan masih saja turun. Sempat ada kabar, beberapa pendaki yang mencoba menuju puncak pukul 03.00, kembali lagi ke kandang badak karena tidak tahan dengan dingin dan kabut saat itu. Rencana awal kembali bergeser, akhirnya kita menuju puncak pangrango pukul 06.00. Matahari sudah mulai menunjukkan hangatnya, tapi kabut tetap mengikuti.

Bagaimana trek menuju puncak pangrango??...MyEm0.Com

Ibarat berlatih ilmu silat, semua jurus keluar. Mulai dari ngangkang, nungging, ngrangkak, nyelip, bahkan sampai aksi iklan susu diet pun ada saat perjalanan menuju puncak. Heghegh...MyEm0.Com Banyak pohon tumbang disepanjang perjalanan menuju puncak yang mengharuskan kita beraksi seperti ini.

(Photo by Semar nungging)
Pohon tumbang di perjalanan menuju
puncak pangrango
(Photo by Semar nungging)
Kombinasi pohon tumbang dan tanjakan
(Photo by Semar nungging)
Nah, yang ini pakai jurus nungging. Tanjakan +
akar + licin.
WRP trek... Sure u can do...
Kurang lebih pukul 09.30 kami sampai di puncak pangrango, sayangnya view dari puncak pangrango masih tertutup kabut.

(Photo by Semar nungging)
Puncak Pangrango dengan view spot yang tidak terlalu luas
Kabut di puncak pangrango
(Photo by http://warawirigue.blogspot.com/2012/11
/pangrango-pedakian-penyiksaan.html 
 
)
ini dia view dari puncak pangrango kalo lagi cerah
Kita tak berlama-lama dipuncak pangrango, karena ada yang menanti... menanti kedatangan kami di 15 menit perjalanan berikutnya... Lembah Mandalawangi.

Mandalawangi, syair tak beraksara
Sedikit mencontek bait “Setapak sriwedari”nya milik maliq n d’essential, tapi memang sungguh tak ada kata yang bisa mengambarkan lembah seluas 5 hektar dengan hamparan edelweisnya, lengkap dengan kabut tipis yang mengayun bersama angin.

Mandalawangi mirip seperti Surya Kencana di Gunung Gede, yang membedakan hanya luasnya saja. Surya kencana 10 kali lipat lebih luas dibanding mandalawangi, tapi justru keadaan yang tidak terlalu luas membuat edelweis-edelweis di lembah ini lebih dekat dengan kita.

edelweis yg masih kuncup, dan celah tebing
yang menghadap ke arah bogor sedang tertutup kabut
Lembah  Mandalawangi, membawa damai sampai ke hati
1,5 jam berada di Mandalawangi rasanya tak cukup, tapi kita harus kembali. Kembali turun dari ketinggian dan kembali ke rutinitas biasa. Kurang lebih 13.00, kita sudah berada di kandang badak. Pukul 14.30, kita memulai perjalanan turun dari Pangrango.

Komplit, foto bareng menjelang turun Pangrango
Mungkin kami lelah dan bercucuran peluh, mungkin juga kami merasakan dingin. Namun, hamparan edelweis, dan nyanyian angin berselimut kabut di lembah mandalawangi... menyentuh kulit dengan hormat dan hangat... membawa damai sampai relung hati... bahkan berat untuk pergi dari sini... karena akan menyisakan rindu yang menggelayut...

Tuhan... ijinkan aku kembali kesana saat edelweis tak lagi kuncup dan saat bintang bertabur dilangit malam...






READ MORE - Tentang pangrango dan setangkup rindu untuk mandalawangi

07/04/13

Sempu, menjemput inspirasi 45


Target sudah dekat, tapi energi sudah mulai terkikis rutinitas. Setiap malam memandangi layar laptop dengan lembar word yang siap diketik, tapi yang akhirnya terketik hanya “BAB IV”, “HASIL dan PEMBAHASAN”, selanjutnya.... kosong.

Terakhir sejak pendakian Gunung Slamet awal tahun 2013, tak pernah ada lagi perjalanan yang cukup memberikan energi untuk hati saya. Januari, februari, maret, terisolasi dalam tembok-tembok, dari laboratorium satu ke laboratorium yang lain.

I need an extra energy.. That’s why i came to Sempu.
To pick up inspiration... and to energize my heart.
“Karena sesuatu yang dilakukan dengan hati, akan memberi energi yang tak pernah mati” (Adenita: 23 Episentrum)
Amazing 21
Seperti biasa, yang saya lakukan pertama kali adalah search di “next trip” forum BPI. Sasarannya adalah trip sehari dan kalau bisa di sekitar jawa timur. Akhirnya, pilihan jatuh pada sempu. Pulau di Malang Selatan yang terkenal dengan “hidden paradise”nya, segara anak.

Informasi awal yang saya dapat, rombongan trip Cuma 14 orang. Meeting point kita di terminal arjosari malang. Begitu sampai di meeting point, aksi silaturahmi antar rombongan pun berjalan demi murahnya sewa angkot. Hehee. Akhirnya rombongan bertambah menjadi 21 orang.

The Amazing 21
(foto ini diambil sebelum pulang, jadi masih belum dekil)
Dari mana, Mau kemana
“Dari mana mas/mbak?”, “Mau kemana mas/mbak?” adalah 2 pertanyaan yang membuat obrolan menjadi panjang, bahkan jawabannya pun sampai melintasi pulau-pulau.

“Dari Semarang... asli Cilacap, tapi pulang ke Bali”
“Dari Malang... kuliah di Jakarta, tapi balik ke Surabaya”
“Asli Malang... kecil di kalimantan, gede di Jakarta”

Heghegh...
  
Sebelum ke Sempu
Perjalanan dari Malang ke Sendang biru butuh waktu 3 jam. Ditengah perjalanan, kita disapa hujan deras. Hujan sempat berhenti sebentar ketika kita sampai di Sendang biru, tapi menjelang kita berangkat ke sempu, hujan turun lagi.
Rumah Bu. mamik dan hujan sore-sore
Sebelum berangkat ke Sempu... kita sempat mampir ke rumah bu mamik. Bu mamik menyewakan tenda, matras dan sepatu trekking (jika anda berminat). Niat hati sewa tenda disini, tapi tenda sudah habis tersewa.

Pak, baksonya dua ya !! (hahaha)
[ini dia bu.mamik, dia lagi manggil kapal no.2 yang akan
 menyebrangkan kita ke teluk semut]
Sebelum berangkat ke Sempu... kita sempat foto keluarga dengan wajah berseri-seri meski pakai jas hujan.

Ini cuma 20 orang. Orang ke 21 lagi megang kamera
Sebelum berangkat ke Sempu... sempet dorong kapal juga sambil hujan-hujan.

Doroooonnng !!!!
Here we come... Sempu
Waktu penyebrangan dari Sendang Biru ke Sempu cukup singkat, Cuma 5 menit (kalo di tambah waktu dorong kapal 20 menit lah...)

Pukul 4 sore kami sampai di Sempu. Baru saja menginjakkan kaki di daratan sempu, ada guide yang menyarankan untuk ng’camp saja di teluk semut, karena di segara anakan sudah ramai, dan menyarankan jika melanjutkan perjalanan, paling tidak jam 6 harus sudah sampai.

Ada sedikit konflik di dalam rombongan, dimana kita harus memutuskan untuk lanjut, atau ng’camp di teluk semut, dengan pertimbangan sudah terlalu sore, resiko tidak mendapatkan ground camp di segara anak, trek yang berlumpur dan semakin licin setelah hujan deras, yang otomatis bisa memperlambat perjalanan.

Keputusan bersama akhirnya diambil. Keputusannya adalah   Lanjutkan !!
Pukul 16.30, 21 orang memulai perjalanan menemukan “hidden paradise”nya sempu, tanpa guide.

Berlumpur dan tersesat dalam Gelap
Sempu... apa yang ada dalam pikiranmu tentang sempu? Sempu itu berlumpur? Sempu itu menantang? Sempu itu segara anakannya cantik?. Semuanya benar.

Tapi bagaimana kalau kamu masuk ke Sempu terlalu sore? Usai hujan deras? Sepanjang trek masih gerimis? Lumpur sampai atas lutut? Tanpa penerangan yang cukup saat hari mulai gelap? Dan... kamu tersesat??. OOOoo yeaa...kamu siap dimakan macan.
Heghegh... itulah yang terjadi pada kami...

Perjalanan jalan kaki dari teluk semut ke segara anakan normalnya ditempuh selama 3 jam, tapi karena “X” Factor, perjalanan kita menjadi 8-10 jam jalan kaki.

400 meter yang begitu Sempurna
Sempurnanya trek sempu ada di 400 meter terakhir sebelum sampai segara anakan. Meniti tebing, sedikit saja condong ke kanan pasti nyebur laut... dan ingatlah temaaan... licin sekali trek ini karena baru saja diguyur hujan tadi sore... ditambah gelap, lelah & lapar.

ini perjalanan pulang, bayangkan kita lewat sini
malam2, nggak pake senter ~_~'
miring ke kiri nyebur laut ~_~'
Lumpur dan lumpur lagi...
pohon tumbang, lumpur dan akar
Unforgettable Moonlight
Pukul 1 pagi, saya sampai di Segara Anakan. Lepas carrier, nyebur pantai Segara Anak, bersih-bersih lumpur di badan. Setelah lumpur bersih, sedikit menepi ke pantai... saya berbaring dan menatap langit.

Bulan purnama di Segara Anakan Pulau Sempu... absolutely perfect...
Bintang yang mengitari bulan purnama malam itu... absolutely unforgettable...
Bayangan tebing yang berlawanan dengan pantai Segara Anakan... absolutely amazing...

Segara Anakan tak lagi “eksklusif”
Segara anakan ramai sekali, pantai ini tak se”eksklusif” yang saya bayangkan... Ramai sekali...

Diklat BASARNAS (Badan SAR Nasional), mereka
berjumlah 100an orang, makanya ground camp segara anakan tak tersisa lagi
selain BASARNAS, pengunjung yg lain juga banyak,
mungkin karena long weekend
Kembali dari Sempu
21 orang rombongan kami terpecah, ada sebagian yang tetap tinggal dan sebagian pulang. Pukul 11 siang, kami memulai perjalanan dari Segara Anak ke teluk semut. Perjalanan kembali ke teluk semut kami tempuh dengan waktu normal, 3-4 jam. Pukul 4 sore, kami sudah dijemput kapal yang mengantarkan kami ke  Sendang Biru.

Kembali dari Segara Anak... jadi dekil lagi...

waktu perjalanan malam bisa jadi lebih dekil dari ini
Kembali dari sempu.... tukang es di serbu...
udah.. udah... gelasnya gag usah diminum juga ~_~'
Kembali dari sempu.... kedatangan tamu...
mereka adalah tamu pertama saya di rumah baru. Maklum, karena kontrakan
habis & baru pindah rumah tgl 12 maret kemaren, jadi masih berantakan ^-^ hehee
nice to welcoming you guys...
Perjalanan ke Sempu, lebih-lebih trekking ke Segara Anak adalah momen yang luar biasa, meski dengan segala faktor “X”nya... tetap “prosesnya”lah yang menjadi energi tambahan untuk hati saya. 

I've picked my inspiration ... it's time to go to chapter 4 and 5  



READ MORE - Sempu, menjemput inspirasi 45