09/08/12

Bromo, Lain April _ Lain Agustus

Perayaan besar , Janur Kuning di
 sepanjang jalan cemoro lawang

Setelah sebelumnya di Bulan April saya ke Bromo. ( Lihat Posting Sebelumnya ). Saya kembali menyapa udara dingin dan hempasan pasir di Bromo, tepatnya pada 3 - 4 Agustus 2012 lalu. Apa yang membuat saya kembali kesana ??....Maka jawabnya adalah Budaya.

Saya kembali ke Bromo untuk melihat langsung prosesi Upacara Yadnya Kasada suku Tengger. Tapi, pergi ke Bromo April lalu sangat sangat sangaaat berbeda dengan pergi di bulan Agustus ini. Let me tell u what the difference.http://www.emocutez.com 

Tanpa Partner
Saya berangkat ke Bromo sendirian !!, hehegh.http://www.emocutez.com Nggak biasanya travelling sendiri, kalau pergi ke pasar sendiri uda biasa...tapi kalo travelling, paling nggak selalu bareng temen, minimal 1 lah.

Sebenernya begitu saya tahu ada event Kasada di Bromo, saya sudah berusaha menarik “massa” untuk bareng bareng pergi ke Bromo. Tapi, mungkin tali yang di pakai narik kurang kuat...bahkan nggak ada satu pun yang nyantol...hadeeehh. Yo wes lah...sempet mau ikut trip, tapi akhirnya trip pun di cancel karena peserta kurang dari kuota. Haiyaaa...menderitaaa...http://www.emocutez.com

Setelah berpikir kembali, akhirnya saya tetap pergi, lagipula malang-probolinggo itu deket...selain itu, sebelumnya sudah pernah ke Bromo, setidaknya saya nggak buta arah. Lebih-lebih karena saya memang butuh banget jalan-jalan, sebelum saya tertelan oleh bosan karena liburan yang terlalu panjang.

Partner Baru
Pergi sendiri ke Bromo ternyata tak seburuk yang kupikirkan, karena disana saya bertemu dengan partner baru. 3 Orang teman baru yang saya kenal di parkiran elf terminal probolinggo. 1 cewek, 2 cowok. ( 2 Lokal, 1 Turis ) ...hehee.
(Photo by : Wahyu Dinata)
Foto ini diambil di Pura & kita sedang menggigil.
Ayoo tebak, mana yang Turis ???

Yadnya Kasada
Bromo, yang selama ini saya ketahui hanyalah Sunrise pananjakan, Kawah Bromo, Padang savana, dan Pasir Berbisik, tetapi ternyata bromo menyimpan warisan budaya yang penuh makna. Yadnya Kasada adalah salah satunya, dan mengikuti tahap demi tahap prosesi Yadnya Kasada membuat perjalanan ke Bromo berbeda dari bulan April lalu.

Yadnya Kasada adalah sebuah upacara yang digelar oleh Suku Tengger setiap tahunnya di bulan Kasada hari ke-14, berdasarkan penanggalan kalender Hindu. Pada hakekatnya, upacara ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur pada Sang Hyang Widhi dan kepada para leluhur atas hasil ternak dan pertanian, kemudian rasa syukur itu mereka wujudkan dalam bentuk pengorbanan.

Bersama Ibu-ibu Suku Tengger, di Pendopo Desa Ngadisari
Prosesi Upacara Kasada diawali dengan Resepsi, tapi jangan bayangkan ini seperti resepsi pernikahan ya’. Resepsi dilakukan di Pendopo Desa Ngadisari, dihadiri oleh seluruh masyarakat sekitar, wisatawan, dan tentunya pejabat daerah serta perangkat desa. Resepsi Kasada dimalai kurang lebih jam 8 malam, diisi dengan tari-tarian, sambutan, dangdutan...http://www.emocutez.comhehee, dan yang paling dinanti-nanti adalah Sendratari Roro Anteng dan Joko Seger. Sebelum Sendratari Roro Anteng dan Joko Seger, ada juga Tari Pendet, Tari Merak, dan Tari Panem Bromo.

Penari Tari Pendet dan Tari Merak
Suasana pendopo yang ramai, dan Tari Panem Bromo di Panggung
Sendratari (Seni Drama dan Tari) Roro Anteng dan Joko Seger menceritakan tentang bagaimana asal mula Suku Tengger dan riwayat upacara kasada. Sendratari dikemas begitu cantik. Dari penari, kostum, musik, semuanya cantik dan selaras.

Roro Anteng adalah putri dari kasta Brawijaya, setelah dewasa ia menikah dengan seorang pemuda dari Kasta Brahmana bernama Joko Seger. Ketika Kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan dan pengaruh Islam di Pulau Jawa semakin kuat, mereka memutuskan untuk tinggal di kaki Gunung Bromo.

Nama suku Tengger diambil dari nama belakang Roro Anteng dan Joko Seger. Keduanya membangun pemukiman dan memerintah di kawasan Tengger, kemudian diberi julukan sebagai “Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger” artinya “Penguasa Tengger yang Budiman”.

Setelah sekian lama hidup bersama, mereka belum juga dikaruniai anak, hingga akhirnya mereka memutuskan untuk bersemedi di puncak Gunung Bromo. Dari sanalah mereka kemudian mendapat petunjuk bahwa permintaan mereka akan dikabulkan, dengan syarat, anak bungsu mereka harus dikorbankan ke Kawah Gunung Bromo.

Keinginan Roro Anteng dan Joko Seger untuk memiliki anak pun terkabul, mereka dikaruniai 25 orang anak. Dalam tarian itu dapat kita lihat bahwa mereka sangat bahagia, anak anak bermain, bersenda gurau dan hidup rukun. Inilah yang membuat Roro Anteng dan Joko Seger melupakan janji pada dewa untuk mengorbankan anak bungsunya.

Dewa murka, seketika musik panggung yang awalnya menggambarkan kebahagiaan Roro Anteng dan Joko Seger berubah menjadi deru bencana. Si Bungsu menghilang, dewa membawanya masuk ke dalam Kawah Bromo. Dari dalam kawah kemudian terdengar suara si bungsu, bahwa ia telah tenang dan ia menginginkan orang tua dan saudara-saudaranya hidup bahagia, untuk menghormati pengorbanannya maka setiap tahun dilakukan upacara sesaji di bulan kasada. Sejak saat itu Tradisi Upacara Kasada berlangsung turun temurun hingga sekarang.

Acara resepsi di akhiri dengan Doa sesajen yang di lakukan oleh para pani sepuh dan dukun pandita, serta pelungguhan (pelantikan) dukun pandita yang baru.

Membeku di Lautan Pasir dan Tercekik di Kawah
Dinginnya Bromo Luar Biasa !!!, suhunya lebih dingin dari pada bulan April lalu, terlebih lagi ketika kita turun ke Pura Luhur Poten yang lokasinya di Lautan Pasir. Setelah resepsi di pendopo selesai (Pukul 10 malam), acara dilanjutkan dengan membawa ongkek (sesajen) ke Pura Luhur Poten, dan sekitar pukul 11 malam kita turun ke Pura. 
( Photo by : Wahyu Dinata )
Di dalam Pura Luhur Poten, bersama para Dukun Pandita
Ongkek (sesajen) berupa kerbau, setelah dibacakan doa
ongkek ini di Larung (di lempar) ke dalam Kawah Bromo 
Ongkek berupa Hasil pertanian, sama nasibnya
dengan si kerbau, Ongkek ini juga di Larung
Bbbrrrrrr........http://www.emocutez.com, 2 partner baruku kehilangan intuisi fotografinya karena kalah oleh dingin, ditambah lagi tiupan angin yang membawa serta pasir membuat gambar yang di ambil jadi berbintik, kalau yang satu lagi tetep eksis jepret sana – sini, bahkan kita yang sedang mengigil pun di foto. Sedangkan saya...Kameraku keok’..tak bisa mendokumentasikan dengan baik, mulai dari prosesi di Pendopo dan di Pura. Hadeeuuhh...apalah daya, untuk trip kali ini hanya bisa berbagi cerita dan menunggu share foto saja...http://www.emocutez.com

Bukan Cuma suhu yang lebih dingin, tapi debunya (lebih tepatnya pasir) juga ekstrim. Debu-debu beterbangan bersama angin, langkah kaki, dan kendaraan bermotor. Bulan April lalu udara di Bromo lebih bersih dan segar...sejauh mata memandang pun masih ada hijau yang terhampar, tapi di Agustus ini...hhhmmm Cuma putih debu dan kesan tandus. Debunya serasa mencekik saluran nafas ketika menanjak naik ke kawah Bromo. Menanjak ke puncak jadi lebih berat, apalagi perut kosong.hehee.



Lihat perbedaannya antara April dan Agustus, terutama di "Debu"nya

Sunrise, Long Lasting Beauty
Shubuh dan Senja, menurut saya adalah simbol Awal dan Akhir kehidupan. Ketika matahari berawal naik, dan berujung tenggelam menyajikan kecantikan alam yang tiada tara, yang selalu membuat saya terus bersyukur karena masih bisa membuka mata dan melihat sang surya.


The Sun Has Rises

Tak ada perbedaan antara sunrise di April dan Agustus, Cuma kakiku saja yang membeku usai ambil wudhu, dan berjalan seperti robothttp://www.emocutez.com.

Menyerahkan Diri pada Kantuk
Seperti biasa, penyakit yang obatnya hanya bantal dan kasur selalu menyertai di tiap akhir perjalanan. Bukan Cuma saya, tapi 3 teman saya yang lain juga langsung menyerah tanpa syarat pada kantukhttp://www.emocutez.com..hehee 

Perjalanan ke Bromo di Bulan Agustus ini menyisakan pelajaran berharga tentang Budaya, Indahnya berbagi dan Rasa Syukur.


NB : Nice to meet you my all new partner ... see you....http://www.emocutez.com
Jangan lupa share photo-photonya...http://www.emocutez.com hehee.

READ MORE - Bromo, Lain April _ Lain Agustus